Sabtu, 22 November 2014

Peluang-Peluang Proyek di Pemerintahan Jokowi

TOL LAUT

Mimpi Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam visi kemaritiman yang salah satunya tentang tol laut, kini menunggu realisasi. Sebab, kini Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) telah merancang konsep tol laut tersebut. 


“Kemarin kita sudah FGD dengan berbagai pihak termasuk dengan eks tim transisi dan tim relawan, serta akademisi. Anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 699,99 triliun,” ungkap Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy S Priatna, akhir pekan kemarin.



Dedy menerangkan, akan dibangun 24 pelabuhan strategis, short sea shipping, fasilitas kargo dan boat, serta pengembangan pelabuhan komersial sebanyak 1.481 pelabuhan, dalam konsep tol laut. Tak ketinggalan pula, pembangunan transportasi multi moda, serta infrastruktur penunjang tol laut. 



24 Pelabuhan 
Catatan Bappenas anggaran yang dibutuhkan untuk membangun 24 pelabuhan tersebut mencapai Rp 39,5 triliun. Sebanyak 24 pelabuhan yang akan dibangun yaitu: Banda Aceh (Rp 1 triliun), Kuala Tanjung (Rp 3 triliun), Belawan (Rp 3 triliun), Dumai (Rp 1,5 triliun), Batam (Rp 3 triliun), Padang (Rp 1,5 triliun), Pangkal Pinang (Rp 1,5 triliun), serta Panjang (Rp 1,5 triliun).



Adapun pelabuhan yang dibangun di Pulau Jawa yakni, Tanjung Priok, Cilacap, dan Tanjung Perak, masing-masing Rp 1,5 triliun. Di Kalimantan pelabuhan yang dibangun yakni, Pontianak (Rp 1,5 triliun), Palangkaraya (Rp 1 triliun), Banjarmasin (Rp 1,5 triliun), serta Maloy (Rp 1 triliun).



Pelabuhan lain yang akan dibangun yakni, Lombok, Kupang, Makasar, masing-masing Rp 1,5 triliun. Serta, Bitung (Rp 3 triliun), Halmahera (Rp 1,5 triliun), Ambon (Rp 1 triliun), Sorong (Rp 1,5 triliun), Jayapura (Rp 1 triliun), serta Merauke (Rp 1,5 triliun). 



”Ini terlihat sama sekali bukan alokasi APBN (seluruhnya). Kebutuhan dana bisa dibiayai APBN, bisa oleh BUMN, bisa swasta,” imbuh Dedy. 



Komplementer 
Dedy menambahkan, di samping tol laut, rencananya akan dibangun pula infrastruktur penunjang atau komplementer dari tol laut, salah satunya adalah penyeberangan-penyeberangan. 



Adapun arah kebijakan pengembangan transportasi penyeberangan 2015-2019 adalah penyelesaian dan penguatan jalur lintas Sabuk Utara, Sabuk Tengah dan Sabuk Selatan, serta poros penghubung. 



Kebutuhan biaya untuk penguatan ketiga lintas tersebut ditaksir mencapai Rp 40 triliun. Dedy juga mengatakan, selain infrastruktur kemaritiman, dalam lima tahun ke depan akan dikembangkan 15 kawasan industri, terdiri dari 13 di luar Jawa dan 2 di Pulau Jawa. Akan dibangun pula kawasan ekonomi khusus dan kawasan pariwisata.



“Untuk melaksanakan itu semua berapakah kebutuhan dananya? Ini semua baru draft rencana. Nanti finalnya adalah antara 15-20 Januari 2015 dalam bentuk Perpres yang ditandatangani Presiden. Tol laut (saja) tadi yang dibutuhkan Rp 700 triliun. Tapi (rencana anggaran) untuk perhubungan laut Rp 900 triliun, karena yang Rp 200 triliun adalah anggaran rutin di Perhubungan Laut,” kata Dedy.

Pemerintah merencanakan pembangunan infrastruktur dasar 2015-2019 dalam RPJMN, salah satunya adalah ketenagalistrikan. Dalam usulan yang disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Andrinof Chaniago dalam sidang kabinet pekan lalu, ratio elektrifikasi pada 2019 ditargetkan mencapai 96,6 persen. 

LISTRIK 35 RIBU MW


“Di Nawacita, Presiden Jokowi pengin 2019 menjadi 100 persen. Tapi di sini (usulan Bappenas) terlihat 96,6 persen. Saya sudah sampaikan ke Pak Presiden, kalau untuk 100 persen, PLN dan ESDM sudah mengatakan ampun-ampunlah. Karena di Indonesia itu memang ada suku Banten yang tidak mau ada listrik,” ungkap Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy Supriadi Priatna, pada akhir pekan ini. 




Tak hanya Banten, Dedy mengatakan, beberapa kabupaten juga tidak mau dialiri listrik. 



Dedy mengatakan, kondisi ratio elektrifikasi pada 2014 ini baru mencapai 81,5 persen. Selain meningkatkan rasio elektrifikasi, pemerintah juga merencanakan peningkatan konsumsi listrik. 



Saat ini, konsumsi listrik per kapita Indonesia sebesar 843 kilowatthour (kWh). Konsumsi listrik per kapita akan ditingkatkan menjadi 1.200 kWh pada 2019. 



“Ini menggambarkan kita di 2025 akan menjadi negara berpenghasilan menengah,” sebut Dedy. 



Asal tahu saja, konsumsi listrik per kapita Indonesia tergolong rendah. Sebagai perbandingan, konsumsi listrik per kapita Vietnam saat ini sebesar 1.000 kWh. Sedangkan Thailand sebesar 2.200 kWh, Malaysia sebesar 4.200 kWh, Jepang sebesar 7.800 kWh, dan Amerika Serikat mencapai 13.200 kWh. 



Untuk mencapai ratio elektrifikasi 96,6 persen pada 2019, diperkirakan dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit listrik 7.000 megawatt (MW) per tahun, atau 35.000MW selama lima tahun. Berdasarkan rencana pembangunan nasional, PT PLN akan membangun 15.100MW, berikut transmisi 41.000 kms, gardu induk 82.000 MVA, serta distribusi 221.000 kms. Sedangkan swasta akan membangun 19.900MW, berikut transmisi 360.000 kms. 



Dari 2015 sampai 2019, kebutuhan dana untuk sektor ketenagalistrikan diperkirakan mencapai Rp 980 triliun. Direncanakan, pendanaan bersumber APBN sebesar Rp 100 triliun, BUMN Rp 445 triliun, dan swasta Rp 435 triliun. Kemampuan PT PLN selama 5 tahun itu hanya sekitar Rp 250 triliun. Sehingga, memerlukan Penyertaan Modal Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar