Minggu, 16 Desember 2012

Analisis menarik tentang Pendapatan Perkapita Nasional dan Jakarta

Sumber : www.okezone.com untuk berita September 2012

Beberapa hari lagi, warga Jakarta akan berpartisipasi pada putaran kedua pemilihan kepala daerah untuk periode 2012-2017. Selama dua bulan terakhir, berita mengenai calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta telah menghiasi headline media massa nasional baik cetak maupun elektronik.

Untuk urusan politik, Jakarta adalah ibu kota negara dan pusat pemerintahan. Semua lembaga tinggi negara dan para pejabatnya tinggal di kota ini. Dalam urusan pemilu, penduduk Jakarta dipercaya paling rasional dalam memilih pemimpinnya. Untuk perekonomian Indonesia, seberapa penting DKI Jakarta?


Jakarta Mengungguli MalaysiaTidak hanya mengatur roda pemerintahan nasional, Jakarta juga pusat bisnis Indonesia. Di kota inilah 900 orang lebih dari 1.000 orang terkaya Indonesia bertempat tinggal. Tidak mengherankan jika dua pertiga uang negara ini beredar di provinsi ini. Di kota ini setiap hari ada sekira 1.000 mobil baru dan 3.000 motor baru, sekira 40 persen dari penjualan nasional automotif.

Akibat berkumpulnya orang-orang terkaya Indonesia di kota ini, income per kapita Jakarta meningkat dari Rp62,5 juta pada 2007 menjadi Rp83 juta pada 2010 dan Rp101 juta awal tahun ini. Income per kapita sebesar USD11 ribu ini sungguh membanggakan karena di atas rata-rata Malaysia, yang selalu memandang rendah TKI, dengan USD9.656. Jika saja provinsi lain di negara ini mempunyai income per kapita setinggi Jakarta, TKI kita mungkin tidak perlu ke Malaysia untuk mencari pekerjaan.

Jika income per kapita Indonesia USD11 ribu, negara kita akan menempati urutan ke-62, naik dari posisi ke-118 saat ini dan mengungguli Malaysia yang berada di urutan ke-68. Dengan income per kapita sebesar ini, Anda ingin tahu penghasilan rata-rata orang Jakarta? Jika kita menganggap semua orang Jakarta bekerja, penghasilan rata-rata orang yang bekerja atau berusaha di Jakarta adalah Rp101 juta per tahun atau Rp8,42 juta per bulan.

Masalahnya, di kota atau negara mana pun juga, tidak mungkin seluruh penduduknya bekerja karena ada saja penduduk yang masih usia sekolah, para pensiunan, ibu rumah tangga yang mengurus anakanaknya, penyandang cacat, dan pengangguran. Jadi, pada kenyataannya setiap orang yang bekerja akan menanggung kehidupan beberapa orang lain dalam keluarganya yang tidak bekerja.

Kita asumsikan saja satu orang yang bekerja menanggung kehidupan dua orang lainnya. Dengan asumsi ini, satu orang yang bekerja menghidupi dirinya sendiri dan dua orang tanggungannya secara rata-rata. Karena itu, penghasilan rata-rata seorang pekerja atau pengusaha di Jakarta menjadi tiga kali Rp101 juta atau Rp303 juta per tahun atau Rp25,25 juta per bulan.

Mean dan Median Penghasilan

Jika Anda sebagai warga Jakarta berpenghasilan di bawah angka ini, jangan bersedih dulu. Sebagian besar pekerja di kota ini, dugaan saya sekira 80 persen, berpenghasilan di bawah Rp25,25 juta. Namun, 10 persen yang berpenghasilan terbesar telah menarik nilai rata-rata ke atas. Inilah kelemahan ukuran mean dalam statistik.

Untuk mengatasi kelemahan ini, statistik memberikan ukuran lain yaitu median untuk tujuan yang sama yaitu menggambarkan rata-rata. Median adalah nilai yang tepat berada di tengah-tengah sehingga 50 persen berada di atasnya dan 50 persen di bawahnya. Sayangnya, saya tidak mendapatkan median penghasilan pekerja di Jakarta. Tebakan saya, penghasilan orang Jakarta berkisar Rp1 juta sampai miliaran rupiah sebulan dengan median sekira Rp5 juta.

Ini berarti, separuh penduduk Jakarta yang bekerja berpenghasilan Rp5 juta atau kurang. Jika median Rp5 juta dengan mean Rp25,25 juta adalah benar, ini dapat mengindikasikan terjadi ketimpangan pendapatan yang tinggi di masyarakat Jakarta.

Namun, kondisi ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di banyak kota besar lain di dunia. Ukuran timpangnya distribusi kekayaan yang sering digunakan adalah rasio Gini dan Jakarta nyatanya masuk kelompok kota dengan tingkat ketimpangan sedang dengan rasio Gini 0,36.

Rasio Gini Jakarta masih lebih rendah daripada rasio nasional yang berada di angka 0,41. Padahal income penduduk Indonesia jauh di bawah Jakarta dan Malaysia. Income per kapita negara kita hanya Rp30,8 juta atau sekira sepertiganya penghasilan orang Jakarta. Dengan asumsi yang sama yaitu setiap orang yang bekerja menanggung kehidupan dua orang lainnya, penghasilan rata-rata pekerja Indonesia adalah Rp92,4 juta per tahun atau Rp7,7 juta per bulan.

Kesimpulannya, jika Anda berpenghasilan bulanan di bawah Rp7,7 juta, Anda berada di bawah rata-rata nasional. Jika Anda memperoleh antara Rp7,7 juta hingga Rp25,25 juta, Anda termasuk di atas rata-rata nasional, tetapi di bawah rata-rata Jakarta. Terakhir, Anda boleh bangga dan sepantasnya bersyukur jika Anda memperoleh pendapatan di atas rata-rata orang Jakarta yaitu Rp25,25 juta per bulan. Anda masuk kelompok ekonomi atas.

Tips Masuk Kelas Atas

Ada tiga tips dari saya untuk membantu Anda masuk kelas idaman di atas. Pertama, bekerjalah di sektor modern. Mereka yang berkarier di sektor jasa seperti perbankan, investasi, keuangan, akuntansi, teknologi informasi, teknologi komunikasi, pengacara, asuransi, pemasaran, pariwisata, medis, dan entertainment mempunyai peluang besar untuk memasuki kelas itu.

Kedua, tinggal dan bekerjalah di kota besar terutama Jakarta. Semakin jauh dari Jakarta dan semakin kecil kota tempat Anda bekerja, semakin kecil kemungkinan Anda dapat bergabung dengan kelas berpenghasilan tinggi di atas.

Terakhir, ketiga, perluas jejaring Anda agar Anda dapat dekat dengan pengambil keputusan di pemerintahan, BUMN, dan korporasi-korporasi swasta. Semakin besar akses Anda kepada penguasa-penguasa dan pusat-pusat kekuatan ekonomi itu,semakin besar peluang Anda menjadi bagian dari kelas elit. Selamat berjuang dan semoga berhasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar