Hukum melamar wanita adalah sunah, hal ini diturunkan dari hukum asal pernikahan.
Wanita yang sudah dilamar orang lain tidak boleh dilamar kita, kecuali:
1. Pelamar yang pertama membatalkan.
2. Pihak wanita membatalkan pelamar laki-laki pertama tanpa ada konfrontasi dari siapa pun, murni keinginan wanita itu sendiri.
3. Pihak wanita belum memberikan kepastian/jawaban dari pelamar yang pertama.
Dasar hukum ini disandarkan pada kisah Fatimah binti Uwais yang dilamar oleh Muawiyan dan Ibnu Jahm. Dalam keadaan ini Fatimah binti Uwais menanyakan kepada Rasul SAW. Nabi menjawab secara objektif sifat masing-masing sahabat Beliau. Muawiyyah adalah orang yang baik tapi sangat miskin. Sedangkan Ibnu Jahm adalah orang kaya yang tidak pernah meletakkan tongkatnya. Sebagian ulama menafsirkan Ibnu Jahm sebagai orang yang tempramental dan ada sebagian ulama yang lain menafsirkan sebagai sebagai orang yang gemar bepergian. Kemudian Fatimah binti Uwais menyandarkan keputusannya pada Rasul SAW. Makan Nabi pun menyarankan menikah dengan Usamah, sahabat Nabi yang lain. Tidak dengan salah satu dari kedua nya, baik Muawiyyah ataupun dengan Ibnu Jahm.
Dari sini pun, dapat kita ambil hikmah bahwa menjadi perantara atau makcomblang, hendaknya menilai masing-masing calon secara objektif. Makcomblang juga hendaknya memperhatikan karakter dari kedua orang yang dicomblangkan.
4. Pelamar kedua orang shalih sedangkan orang pertama adalah orang yang fasik. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar