Senin, 19 Juli 2010
Nasrudin Dan Tiga Orang Bijak
Jumat, 16 Juli 2010
IMS sebagai Layanan berbasis Konvergensi
Agar memudahkan integrasi dengan internet, IMS menggunaan protocol IETF termasuk SIP. Menurut grup riset 3GPP, IMS tidak dimaksudkan untuk menstadardisasikan aplikasi tapi lebih kepada cara mengakses aplikasi suara dan multimedia dari terminal wireless dan wireline. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan control secara horizontal yang dapat memisahkan jaringan akses dari service layer. Jika dilihat lebih detil, setiap layanan tidak mempunyai kendali masing-masing, tetapi akan dikendalikan secara bersama-sama pada common horizontal layer[3].
[1] Menuka Jain, Maria Prokopi , The IMS 2.0 Service Architecture, The Second International Conference on Next Generation Mobile Applications, Services, and Technologies, 2008 IEEE
[2] Gonzalo Camarillo, Tero Kauppinen, Martti Kuparinen, and Ignacio Más Ivars , Towards an Innovation Oriented IP Multimedia Subsystem, IEEE Communications Magazine, March 2007
[3] IP Multimedia Subsystem, http://en.wikipedia.org/wiki/IP_Multimedia_Subsystem, diakses tanggal 20 Mei 2010.
Bersyukurlah....
Ku jawab, "bangunku kesiangan...".
Selepas makan siang di kantin, aku segera melepas sepatuku untuk pakai sandal jepit. Segera kuambil air wudhu dan bergegas menuju lobi, tempat dilaksanakannya solat jumat. Aku duduk disebelah salah satu jamaah. Kulihat ia tampak berbeda dengan yang lain, lebih rapi dan pakai peci.
"mungkin dia khotibnya...", benakku berbicara.
Dan....memang benar. Setelah MC solat jumat mempersilakan khotib untuk naik mimbar, ternyata dia, orang yang duduk disampingku, berdiri dan berjalan menuju mimbar.
Kotak infak sudah bergeser, ia berpindah bagai tongkat estafet dari jamaah satu ke jamaah yang lain. Aku masih cuek....
Tibalah saatnya orang disamping kananku, menggeser kotak infak kepada ku. Sekilas kulihat senyum mengembang dibibirnya seraya menggeser kotak infak itu. Aku pun membalas dengan senyum... Namun , aku kaget.
"MasyaAllah..", dalam benakku.
Dia berbeda, nampak tidak biasa. Ada kekurangan di dalam anggota tubuhnya... Tangan dan kakinya tidak sempurna. Namun, kulihat ia nampak tetap bersemangat menjalani kehidupan ini. Dari sinar wajahnya, yang selalu cerah selama mengikuti khotbah jumat.
Ingin sekali kuteteskan air mata. Aku yang diberikan kesempurnaan ini, merasa kurang bersyukur. Memang, hari ini aku nampak kurang mood. Entah kenapa... I don't know, why?
Astagfirullah....
Selasa, 13 Juli 2010
TALI-TEMALI PEREKAT PERNIKAHAN[1]
Cinta, mawaddah, rahmah dan amanah Allah, itulah tali temali ruhani perekatperkawinan, sehingga kalau cinta pupus dan mawaddah putus, masih ada rahmat, dan kalau pun ini tidak tersisa, masih ada amanah, dan selama pasangan itu beragama, amanahnya terpelihara, karena Al-Quran memerintahkan,
Pergaulilah istri-istrimu dengan baik dan apabila kamu tidak lagi menyukai (mencintai) mereka (jangan putuskan tali perkawinan), karena boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya (di balik itu) kebaikan yang banyak (QS Al-Nisa' [4]: l9).
Mawaddah, tersusun dari huruf-huruf m-w-d-d-, yang maknanya berkisar pada kelapangan dan kekosongan. Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Dia adalah cinta plus. Bukankah yang mencintai, sesekali hatinya kesal sehingga cintanya pudar bahkan putus. Tetapi yang bersemai dalam hati mawaddah, tidak lagi akan memutuskan hubungan, seperti yang bisa terjadi pada orang yang bercinta. Ini disebabkan karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin (yang mungkin datang dari pasangannya). Begitu lebih kurang komentar pakar Al-Quran Ibrahim Al-Biqa'i (1480 M) ketika menafsirkan ayat yang berbicara tentang mawaddah.
Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan sehingga mendorong yang bersangkutan untuk memberdayakannya. Karena itu dalam kehidupan keluarga, masing-masing suami dan istri akan bersungguh-sungguh bahkan bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu dan mengeruhkannya.
Al-Quran menggarisbawahi hal ini dalam rangka jalinan perkawinan karena betapapun hebatnya seseorang, ia pasti memiliki kelemahan, dan betapapun lemahnya seseorang, pasti ada juga unsur kekuatannya. Suami dan istri tidak luput dari keadaan demikian, sehingga suami dan istri harus berusaha untuk saling melengkapi.
Istri-istri kamu (para suami) adalah pakaian untuk kamu, dan kamu adalah pakaian untuk mereka (QS Al-Baqarah [2]: 187).
Ayat ini tidak hanya mengisyaratkan bahwa suami-istri saling membutuhkan sebagaimana kebutuhan manusia pada pakaian, tetapi juga berarti bahwa suami istri --orang masing-masing menurut kodratnya memiliki kekurangan-- harus dapat berfungsi "menutup kekurangan pasangannya". sebagaimana pakaian menutup aurat (kekurangan) pemakainya.
Pernikahan adalah amanah, digarisbawahi oleh Rasul Saw. dalam sabdanya,
Kalian menerima istri berdasar amanah Allah.
Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman dari pemberinya karena kepercayaannya bahwa apa yang diamanatkan itu, akan dipelihara dengan baik, serta keberadaannya aman di tangan yang diberi amanat itu. Istri adalah amanah di pelukan suami, suami pun amanat di pangkuan istri. Tidak mungkin orang tua dan keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya rasa percaya dan aman itu. Suami --demikian juga istri-- tidak akan menjalin hubungan tanpa merasa aman dan percaya kepada pasangannya.
Kesediasn seorang istri untuk hidup bersama dengan seorang lelaki, meninggalkan orang-tua dan keluarga yang membesarkannya, dan "mengganti" semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup bersama lelaki "asing" yang menjadi suaminya, serta bersedia membuka rahasianya yang paling dalam. Semua itu merupakan hal yang sungguh mustahil, kecuali jika ia merasa yakin bahwa kebahagiannnya bersama suami akan lebih besar dibanding dengan kebahagiaannya dengan ibu bapak, dan pembelaan suami terhadapnya tidak lebih sedikit dari pembelaan saudara-saudara sekandungnya. Keyakinan inilah yang dituangkan istri kepada suaminya dan itulah yang dinamai Al-Quran mitsaqan ghalizha (perjanjian yang amat kokoh) (QS Al-Nisa' [4): 21).
[1]. http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Nikah3.html