Minggu, 31 Januari 2010

Transmisi Multi Carrier

Dalam rangka peningkatan data rate pada komunikasi wireless maka di kembangkanlah teknik transmisi multi-carrier. Yang dimaksud transmisi multi-carrier adalah teknik transmisi yang menggunakan banyak frequency carrier sebagai sebagai pembawa data/informasi. Transmsisi multi carrier pada pita lebar(wideband multi carrier transmission), misalkan pada WCDMA multi-carrier, merupakan sebuah rentang pita frekuensi (∆f) yang di pecah menjadi beberapa bagian frequency carrier yang lebih sempit(f1, f2, f3, dan f4), seperti pada gambar 1.1.

Jika masing-masing frequency carrier mempunyai data rate R Mbps, maka data rate keseluruhan, Rtotal adalah penjumlahan dari dara rate masing-masing frequency carrier.


Namun demikian teknik transmisi ini mempunyai beberapa kekurangan, yaitu efesiensi bandwidth dan daya transmisi yang tinggi. Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa transmisi multi carrier mempunyai banyak frequency carrier sebagai pembawanya, di sana terdapat sejumlah range frekuensi yang tidak terpakai yaitu jarak antar frequency carrier yang digunakan untuk menghindari interferensi dan adanya lembah pada kedua sisi frequency carrier, ketika energy sinyal kurang dari -3 dB.

Contoh :

Sebagai contoh adalah WCDMA multi carrier yang mengarah pada penggunaan bandwidth yang lebar. WCDMA mempunyai rate modulasi sebesar 3,84 Mchips/s, yang merupakan clock dari chips yang digunakan. Namun, karena spectrum shaping, bandwidth bisa melampaui 3,84MHz. Misalkan spectrum mempunyai raise cosines α=0,22 maka sebagai akibatnya lebar bandwidth yang dihasilkan mencapai 4,7MHz.
Layaknya pada modulasi orde tinggi, teknik transmisi multi carrier juga memerlukan daya transmisi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh masing-masing frequency carrier yang melakukan transmisi secara serempak, mengakibatkan besarnya variasi daya yang ditimbulkan. Variasi daya yang besar membutuhkan daya transmisi yang besar dan amplifier yang baik(mahal). Solusi lain yang dapat diambil adalah menurukan daya rata-rata, tetapi akan mengakibatkan penurunan data rate. Sehingga transmisi multi carrier lebih cocok untuk komunikasi data downlink dibandingkan uplink karena pada ponsel dibutuhkan efisiensi daya yang tinggi dari pada di BTS.
Namun demikian, teknik transmisi multi carrier sangat membantu dalam proses evolusi dalam mencapai komunikasi dengan data rate yang lebih tinggi. Evolusi yang terjadi dapat berlangsung sempurna karena teknik transmisi sebelumnya(transmisi single carrier) masih dapat digunakan yaitu dengan mengalokasikan sebuah frequency carrier nya. Sedangkan frequency carrier lainnya digunakan untuk transmisi data rate yang tinggi.

Sabtu, 30 Januari 2010

4G dan Sikap Dingin Pemerintah

Pada era teknologi informasi dan komunikasi saat ini, seolah jarak dan waktu sudah tidak lagi membatasi kehidupan manusia. Luasnya Indonesia seakan-akan telah disusut oleh sesuatu yang disebut telekomunikasi. Jauhnya Washinton DC-Jakarta dapat dipendekkan jaraknya menjadi tidak lebih 30 cm, dengan telekonfren. Dan banyak hal lain yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sungguh teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah dunia menjadi datar dan borderless.
Kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi jarak jauh atau telekomunikasi khususnya seluler tersegmentasi menjadi beberapa generasi. Generasi pertama (1G) adalah telepon analog, telepon ini berukuran besar, sebesar bata merah yang dipakai untuk bangunan, berat dan tidak tahan lama sehingga harus sering di charge. Pada tahun 1980-an, ditemukan teknik baru berbasis digital yang dikenal dengan GSM disebut juga 2G(generasi kedua). Basis layanannya berupa voice(suara)dan sms. Generasi ini bertahan cukup lama sebelum generasi selanjutnya ditemukan. Bahkan 2G masih eksis hingga saat ini dan masih menjadi core bisnisnya para operator. Dilanjutkan dengan teknologi GPRS, yaitu GSM yang mampu mengakses internet dari ponsel, teknologi ini dikenal dengan 2,5G. Dan baru pada tahun 1997, teknologi 3G ditemukan. Dilakukanlah riset-riset tentang 3G, hingga pada tahun 2005 3G baru bisa disajikan oleh operator-operator di Indonesia. Pada awalnya pun 3G hanya bisa dinikmati di kota-kota besar sedang di pedasaan hanya bisa dengar ceritanya saja.
Generasi selanjutnya adalah 3,5G dikenal juga HSDPA(High Speed Downlink Packet Access) dicirikan dengan peningkatan kecepatan download mencapai 7,6 Mbps, secara teori. Prakteknya, ya kita tak akan pernah sampai pada kecepatan itu kecuali jika kita adalah satu-satunya pemakai dalam sebuah kota. Kemudian pada tahun 2007 mulailah dihembuskan isu 4G, kriteria umum dari 4G adalah ia harus mempunyai kecepatan lebih besar dari 3G atau 3,5 G. Pada awal perkembangannya 4G adalah WiMax, tetapi ternyata WiMax belum mencukupi kriterianya untuk disebut 4G.
Saat ini ada dua di Eropa yang telah menerapkan 4G berbasis LTE , mereka adalah Swedia dan Norwegia. Masing-masing menggandeng vendor yang berbeda yaitu Ericsson dan Huawei. Pada awal 2010 NSN, Nokia Siemens Network, telah berhasil melakukan ujicoba interoperability(kemampuan sistem untuk bekerja pada platform yang berbeda) dengan LG. Dan di Indonesia, masih dingin.
Sesungguhnya 4G mempunyai dua kandidat teknologi yaitu mobile WiMax dan LTE. Mobile WiMax adalah pengembangan WiMax yang dapat diakses secara bergerak layaknya telepon seluler. Namun, WiMax di Indonesia belum memiliki ruang di hati masyarakat. Ini dibuktikan belum adanya ponsel berbasis WiMax yang digunakan secara umum di masyarakat meskipun pemerintah telah memberikan lisensinya pada tahun 2008 lalu. Tidak bergemingnya respon masyarakan terhadap WiMax selayaknya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk memahami benar terhadap implementasi teknologi baru. LTE(Long Term Evolution) merupakan pengembangan 3G yang drastis. Hal ini ditandai dengan peningkatan download mejadi 100Mbps. Teknologi ini dapat menghadirkan layanan video streaming dengan kualitas gambar yang tinggi, disebut juga dengan HD(High Definition). Keuntungan lain dari LTE adalah teknologinya yang berangkan dari 3G sehingga LTE tetap dapat melayani pengguna 3G, lebih lagi 3G telah menempati ruang di hati masyarakat, dibuktikan di Indonesia dengan jumlah pelanggan 3G yang berkisar 25 juta pelanggan.
Diharapkan sikap dingin pemerintah terhadap 4G bukanlah kebingungan menentukan berapa biaya lisensi yang harus ditetapkan untuk para operator, tetapi bekerja untuk menganalisis secara mendalam tentang teknologi 4G yang akan digunakan. Agar dikemudian hari tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Menyikapi hadirnya 4G di bumi pertiwi ini, sesungguhnya ada tiga elemen yang akan berkaitan langsung dengan hal ini, yaitu pemerintah, operator, dan masyarakat.

Pemerintah

Telekomunikasi, pada umumnya, mempunyai dimensi global karena sifatnya yang inheren dengan jangkauan jarak jauh. Namun demikian, pengelolaan dan pengaturannya ditentukan oleh masing-masing negara. Dan perubahan lingkungan ekonomi global dan laju kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika yang berlangsung sangat dinamis, telah mendorong lahirnya lingkungan telekomunikasi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Perubahan yang amat mendasar ini menimbulkan realita baru pada penyelenggaraan telekomunikasi di seluruh dunia.
Adapun realita yang terjadi saat ini adalah beralihnya fungsi telekomunikasi dari utilitas menjadi komoditi perdagangan, peningkatan peran swasta sebagai investor prasarana dan penyelenggara jasa telekomunikasi, transformasi struktur pasar telekomunikasi dari monopoli ke persaingan, dan pada akhirnya diakuinya secara umum bahwa di era informasi, telekomunikasi berperan sebagai salah satu faktor penting dan strategis dalam menunjang dan meningkatkan daya saing ekonomi suatu bangsa. Hal di atas menyebabkan bergesernya fungsi pemerintah dari memiliki, membangun dan menyelenggarakan telekomunikasi menjadi pihak yang menentukan kebijakan, mengatur, mengawasi dan mengendalikannya.
Terkait dengan hadirnya 4G di tanah air dan sejalan dengan fungsi yang dimiliki pemerintah sebagai regulator, diharapkan dapat pula menunjang dan meningkatkan daya saing bangsa. Diperlukan peran pemerintah yang lebih serius dalam proses pemerataan layanan telekomunikasi yang seyogyanya tidak hanya terpusat di perkotaan saja tetapi juga di pedesaaan. Pengaturan kepada para operator telekomunikasi agar menggelar jaringannya tidak hanya di perkotaan tapi juga di pedesaan. Di Jakarta, begitu banyak operator yang bersaing, saling memperebutkan pelanggan di lahan yang sama. Seandainya frekuensi bisa terlihat seperti kabut, pastilah Jakarta telah ditutupi kabut-kabut frekuensi yang dibangkitkan oleh para operator. Dari banyaknya operator, kenyataan yang terjadi dalam masyarakat adalah kepemilikan nomor yang lebih dari satu, sebut saja GSM dan CDMA, bahkan kecenderungan untuk berganti-ganti nomor hanya untuk menikmati promosi dari operator tertentu. Di sini terjadi pemborosan sumber daya nomor telepon. Karena panjang digit nomor telepon dibatasi, sesuai aturan ITU-T, maka sesungguhnya sumber daya nomor telepon terbatas. Krisis nomor telepon adalah hal yang bakal terjadi suatu saat nanti
Dalam lingkungan nasional, telekomunikasi telah terbukti sebagai sarana vital Indonesia untuk memperlancar kegiatan pemerintahan, meningkatkan hubungan antar bangsa, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam rangka Wawasan Nusantara. Pertukaran informasi antar daerah diseluruh Indonesia, misalkan antara Indonesia bagian barat dan timur, antara perkotaan dan pedesaan, antara pemerintah pusat dan daerah, akan meningkatkan kelancaran berbagai bidang. Misal dalam bidang perdagangan, para pengumpul kelapa dari penduduk di pedesaan dan pegunungan, dengan telepon seluler, akan lebih cepat mengetahui harga pasaran yang sesungguhnya. Contoh lain dalam bidang pendidikan, dengan program internet masuk sekolah, menjadikan siswa dan guru tertantang untuk menggali ilmu pengetahuan lebih dalam dan cepat karena di internet hampir semua ada. Bidang pemerintahan, antara presiden dan gubernur di seluruh Indonesia dapat berkomunikasi dan mengetahui perkebangan di daerahnya masing-masing melalui telekonfren.

Operator

Setiap hadirnya teknologi baru, ada tiga faktor utama yang menjadi tantangan bagi para operator yaitu kompetitif, layanan, dan biaya. Sudah barang tentu, operator menghadirkan 4G berharap bisa berkompetisi dengan operator lain dan berkompetisi dengan teknologi lain. Dalam hal ini operator akan menjadi leader atau hanya sekedar follower. Resiko sebagai follower tidak sebesar sebagai leader karena follower mempunyai kesempatan untuk mempelajari pasar dari leader, mengambil manfaatnya, dan meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang dapat menyebabkan kerugian. Keuntungan lain yang dapat dinikmati adalah dapat mengimplementasikan teknologi yang lebih baru. Menjadi leader, diperlukan keberanian operator dan dukungan modal yang besar. Jika berhasil mejadi leader maka akan memperoleh pelanggan terbesar dan akan memperoleh keuntungan terbesar.
Maksud dari kompetitif, apakah teknologi yang baru ini dapat menjadi dominan dengan layanan-layanan lain yang akan menjadi rivalnya. Sebagai contoh 3G mempunyai rival EDVO yang ditawarkan oleh operator CDMA. Untuk sejauh ini memang 3G masih mendominasi, sebagai layanan yang banyak diminati oleh pelanggan. Saat ini pengguna 3G di Indonesia berkisar 25 juta pelanggan jauh lebih besar dari pelanggan EDVO yang berkisar kurang dari 1 juta pengguna. Agar bisa tetap berkompetisi, setiap teknologi baru harus dapat beradaptasi dengan baik dengan berbagai macam platform teknologi terdahulu dan lintas platform. Yang dimaksud di sini yaitu 4G harus dapat melayani jaringan-jaringan seperti 2G atau 3G dan juga bisa berkomunikasi lintas operator dengan berbagai macam vendor.
Memprediksi layanan yang akan berkembang seiring dengan hadirnya 4G, merupakan suatu hal yang sulit. Apakah akan hadir pula layanan baru atau layanan lama yang telah ada tetap mendominasi. Dibutuhkan inovasi layanan yang menarik dan berpotensi menjadi killer application. Layanan yang menarik tidak boleh meninggalkan standar mutu. Standar mutu layanan dapat mengacu pada standar layanan berbasis ISO, sebagai jaminan bahwa mutu layanan yang ditawarkan kepada masyarakat berkualitas. Hal menarik lain yang tetap mejadi pembahasan adalah tarif. Tarif yang mahal akan menjadi barrier atau penghambat bagi suksesnya sebuah layanan. Bagaimanapun menariknya sebuah layanan jika dibarengi dengan harga yang mahal tidak akan banyak peminatnya. Berbeda dengan layanan yang biasa-biasa saja misalnya SMS, namum karena harganya relative terjangkau, saat ini layanan tersebut tidak tergantikan, bahkan menjadi sebuah segmentasi pasar tersendiri. Analis membuktikan bahwa sms dan voice masih menjadi core bisnisnya-nya operator.
Yang terakhir adalah biaya. Biaya dapat diartikan sebagai biaya investasi, operasi dan pemeliharaan. Biaya investasi di bidang telekomunikasi relatif besar, bayangkan pembangunan sebuat BTS adalah berkisar 1 miliar rupiah, sedangkan untuk meng-cover wilayah Indonesia yang begitu luas diperlukan ribuan BTS. Hal itu belum termasuk biaya operasional seperti suplai listrik dan biaya keamanan.

Masyarakat

Perlu diketahui bahwa masyarakat berdasarkan kepadatannya terbagi menjadi dua yaitu masyarakat desa dan kota. Dan kita tahu bahwa infrastuktur telekomunikasi yang berada di desa dan kota jauh berbeda. Lihatlah berapa daerah di Indonesia yang telah terjangkau 3G?, bahkan di Kebumen pun belum ada, kota dengan jumlah penduduk 5 juta jiwa.
Hadirnya 4G ditengah-tengah masyarakat tidak serta merta akan mendongkrak konsumsi pelanggan terhadap telekomunikasi. Namun, akan berlangsung secara perlahan yaitu diringi dengan layanan-layanan yang ditawarkan dan aplikasi yang sedang nge-trend saat itu. Sebut saja hadirnya Blackberry yang sanggup membius masyarakat untuk percaya bahwa menggunakan Blackberry dapat meningkatkan prestis dalam bergaul. Seperti yang penulis alami saat pulang kampung ke Kebumen beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 26 Desember 2009. Di Kebumen, penulis mempunyai tetangga yang berjarak dua rumah dari rumah kami. Keluarga itu belum lama tinggal di desa kami, mereka pindahan dari daerah pegunungan. Mereka menempati rumah yang memang sudah lama ditinggal mati oleh pemiliknya. Keluarga itu mempunyai mata pencaharian sebagai tukang kroto, orang yang mencari telur semut merah untuk makanan burung. Kehidupannya sederhana bahkan bisa dikatakan miskin karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sering berhutang kepada tetangga kanan-kirinya. Entah itu beras, uang, atau gabah. Keluarga itu mempunyai anak muda, usianya sekitar 20-an, kelihatannya dia adalah anak yang paling tua dan masih nganggur. Suatu hari, Ibu dari penulis ditawari handphone oleh anak muda itu. Penulis pun dipanggil untuk melihat kondisi HP-nya. Dalam hati, wah HP-nya keren juga 3G gitu loh!!. Sekian lama melihat-lihat kondisi HP-nya, ibu bertanya kepada anak muda itu, “Kengin napa disade’, Mas?”(Kenapa HP-nya dijual, Mas?). Segera anak muda itu menjawab, “Anu, badhe tumbas Blackberry”(Karena mau beli Blackberry). Seketika penulis pun kaget. Sungguh begitu hebat teknologi, bisa memutar balikkan strata kebutuhan, dari primer menjadi tersier dan sebaliknya tersier menjadi primer.
Masyarakat menyambut 4G dapat dilihat dari dua indikator yaitu gaya hidup dan kebutuhan. Gaya hidup adalah salah satu ciri masyarakat kota, menjadikan hp sebagai salah satu parameter kesejahteraan seseorang dan sebagai sarana untuk dapat diterima pada sebuah tingkat masyarakat tertentu dan bersosialisasi. Tidak sedikit mereka menggunakan hp untuk meningkatkan status sosial agar terlihat tajir mengikuti mode. Mengikuti mode memang tidak salah bagi mereka yang telah berlimpah harta, tetapi menjadi musibah bagi mereka yang memaksakan diri. Selanjutnya 4G sebagai kebutuhan adalah mereka yang mempunyai mobilitas tinggi dengan keperluan mengakses data dan informasi yang besar kapanpun dan dimanapun. Biasanya adalah pebisnis yang jaringan pasarnya yang telah mendunia sehingga diperlukan transaksi yang cepat dan handal. Dari dua indikator tersebut, realitas yang terjadi di masyarakat adalah menjadikan teknologi baru sebagai gaya hidup, ditandai dengan penetrasi pasar yang sangat cepat pada produk baru yang muncul.



Selasa, 05 Januari 2010

Sejarah 3GPP

Perkembangan teknologi seluler dimulai pada tahun 1981 dikenal dengan teknologi NMT(Nordic Mobile Telephony), pada saat yang sama pun dikenal dengan AMPS(Advanched Mobile Phone Services) yang dikenalkan di Amerika Utara. Keduanya menggunakan teknologi analog dan dikenal dengan generasi pertama(1G).
Pada tahun 1980, CEPT(Eroupe Conferences for Postal and Telecommunitions Adminitrations) memperkenalkan generasi kedua yang dikenal dengan GSM. Pada tahun 1989 GSM dilanjutkan oleh ETSI(Eroupean Telecommuniation Standart Institute) yang memutuskan bahwa GSM menggunakan metode akses berbasis TDMA. Pengembangan juga dilakukan oleh TIA di Amerika Serikat dan menghasilkan IS-54 yang berbasis TDMA. Pengembangan seluler berbasis TDMA juga dilakukan di Jepang yang dikenal dengan PDC. Di Amerika juga pada tahun 1993 dikembangan pula dengan basis CDMA yang dikenal dengan IS-95.
Pada 2G juga mendukung komunikasi data dengan dengan kecepatan maksimu 9,6 kbps. Komunikasi data ini menjadikannya cikal bakal SMS(Short Messaging Services). Pada perkembangannya 2G mengalami evolusi menjadi 2,5G, dikenal juga dengan GPRS. GPRS(Global Packet Radio Services) memungkinkan peningkatan kecepatan akses data yaitu dengan menandai beberapa slot waktu untuk satu user dan dengan memodifikasi skema pengkodeannya.

3G Awal
Sesungguhnya 3G telah muncul pada tahu 1990-an, yaitu dengan rekomendasi ITU-T yang dikenal dengan IMT-2000 dengan kebutuhan spectrum sebesar 230 MHz, dengan rincian 2 x 60 MHz menggunakan FDD dan 35 MHz menggunakan TDD. Adapaun spesifikasi data rate yang harus dicapai adalah 2 Mbps diakses saat diam atau di dalam ruang, 144 Kbps diakses oleh pejalan kaki, dan 64Kbps saat diakses melalui kendaraan.
Perkembangan 3G dilajutkan oleh organisasi-organisasi riset di seluruh dunia. Di Eropa 3G dikenal dengan UMTS(Universal Mobile for Telecommunication System). Secara terpisah di Jepang, oleh ARIB(Assosiative of Radio Industries and Busnisses), mengembangkan 3G dengan konsep Wideband CDMA, begitu pula Amerika Serikat dan Korea.
Pada awal 1998 dilakukan standarisasi yang dipelopori oleh UMTS yang kemudian diikuti oleh ETSI dan ARIB. Standar yang digunakan yaitu FDD menggunakan WCDMA dan TDD menggunakan TD-CDMA(Time Division-CDMA ). Dengan motif untuk memudahkan standarisasi pengembangan 3G maka dibentuklah 3GPP(Three Generation Partnership Project) yang beranggotakan ARIB (Jepang),CCSA (China), ETSI (Eropa), ATIS (USA), TTA (Korea) dan TTC (Jepang).
Secara terpisah di Cina dikembangkan pula 3G berbasis TD-SCDMA. Pada akhirnya teknologi ini digabungkan dalam 3GPP Rilis 4. Selanjutnya dalam Rilis lima yang dominan adalah kemapuan HSDA(High Speed Downlink Packet Access), sedang pada Rilis 6 adalah meningkatkan Uplink Access. Dan pada Rilis 7, 3GPP mulai focus pada LTE(Long Term Evolution) dan SAE(Sistem Architecture Advance).

Proses Standardisasi
Proses standardisasi dilakukan melalui empat tahapan yaitu:
1. Target(Requirements), sesuatu yang harus dicapai
2. Arsitektur(Architecture), bagian-bagian per blok dan penghubungnya(interface)
3. Spesifikasi(Deatiled Specification), masing-masing penghubung dijelaskan secara detil
4. Test dan Verifikasi(Testing and Veifications), pengujian agar bisa diterapkan secara riil


Gambar 1.1 Tahapan Hierarkis

Dalam prakteknya, proses standarisasi di atas dilakukan secara hierarkis saling mempengaruhi seperti pada gambar 1.1. Hasil setiap tahap dapat mempengaruhi tahap sebelumnya, misalkan pada tahap Test dan Verifikasi agar bisa diimplementasikan harus menambahkan sebuah blok pada Arsitektur-nya maka hal itu bisa terjadi. Sehingga terjadi perubahan pada tahap Arsitektur-nya. Begitu pula dengan tahapan yang lain.

Spektrum 3G
Spektrum 3gG dirumuskan pertama kali saat Kongres Adminitrasi Radio tinggakt dunia(WARC-92). Pada resolusi nomor 212[60] ditentukan pada pita frekuensi 1885–2025 dan 2110–2200MHz. Dan spesifikasi untuk Rilis 7 yang memerlukan 10 pita frekuensi untuk FDD dan 4 untuk TDD. Pada tabel 1.1 masing-masing menunjukkan pita frekuensi FDD dan TDD untuk setiap daerah di seluruh dunia.

Tabel 1.1 Pita frekuesi untuk FDD(a) dan TDD(b)


(a)


(b)

Untuk pembagian FDD secara spesifik dapat dilihat pada gambar 1.2 di bawah ini.


Gambar 1.2 Skematik pembagain pita frekuensi pada FDD